Minggu, 14 April 2013

Startegi Memilih Lokasi Usaha


Dalam strategi pemasaran, adanya pemilihan lokasi usaha yang strategis menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan pemasaran dari sebuah usaha. Semakin strategis lokasi usaha yang dipilih, semakin tinggi pula tingkat penjualan dan berpengaruh terhadap kesuksesan sebuah usaha. Begitu juga sebaliknya, jika lokasi usaha yang dipilih tidak strategis maka penjualan pun juga tidak akan terlalu bagus.
Untuk itu sebelum Anda memulai sebuha usaha, pilih terlebih dahulu tempat usaha yang paling tepat untuk pemasaran usaha Anda. Lakukan riset dan bandingkan beberapa pilihan tempat sebelum akhirnya Anda menentukan lokasi yang paling strategis bagi usaha Anda. Berikut beberapa faktor yang sebaiknya Anda perhatikan, sebagai bahan pertimbangan strategi memilih lokasi usaha.
1. Tingkat kepadatan penduduk sekitar lokasi
Usahakan memilih lokasi usaha yang memiliki kepadatan penduduk cukup tinggi. Semakin tinggi kepadatan penduduk di suatu lokasi, maka semakin besar pula potensi pasar sebuah usaha. Coba saja bandingkan pendapatan usaha yang lokasinya di daerah pedesaan dengan usaha yang berada di daerah perkotaan, omset yang diperoleh akan sangat jauh berbeda.
2. Besar pendapatan masyarakat sekitar lokasi
Besar pendapatan masyarakat yang ada di sekitar lokasi juga mampu mempengaruhi usaha yang akan Anda bangun. Sebab, tingkat pendapatan masyarakat juga akan berpengaruh terhadap daya beli konsumen. Jika Anda ingin menjalankan usaha dengan produk yang harganya sedikit tinggi, sebaiknya pilih lokasi yang daya belinya cukup tinggi ( misalnya di kota – kota besar ). Sedangkan bila ingin menawarkan produk dengan harga yang relative murah, tidak akan jadi masalah jika Anda memilih lokasi usaha yang daya beli masyaratnya kurang untuk. Karena konsumen di daerah tersebut lebih mementingkan harga murah, dibandingkan memperhatikan kualitas produk yang dijual.
3. Memperhatikan tingkat keramaian lalu lang kendaraan yang lewat
Perhatikan trafik lalu lalang kendaraan atau pejalan kaki yang lewat, karena hal ini juga mempengaruhi jenis usaha yang cocok di daeah tersebut. Untuk daerah yang dilalui pejalan kaki, usaha toko kelontong atau usaha minuman dingin cocok untuk dibangun di daerah tersebut. Sedangkan untuk lokasi yang banyak dilalui kendaraan bermotor, bisa mencoba usaha bengkel yang lebih dibutuhkan. Sesuaikan jenis usaha Anda dengan para konsumen yang lalu lalang di lokasi tersebut.
4. Banyaknya usaha yang menduukung lokasi tersebut
Semakin banyak usaha yang ada di sekitar lokasi, maka konsumen yang datang ke lokasi tersebut juga semakin ramai. Karena di lokasi tersebut terdapat berbagai macam usaha yang menyediakan produk yang berbeda pula, sehingga para konsumen lebih tertarik datang ke lokasi yang terdapat berbagai macam usaha. Misalnya saja lokasi pasar, atau mall yang selalu ramai pengunjung.
5. Sesuaikan dana dengan lokasi usaha yang akan dipilih
Biasanya lokasi usaha yang ada di keramaian seperti mall, atau di pinggir jalan yang strategis harga sewanya lebih mahal dibandingkan lokasi usaha yang kurang strategis. Untuk itu sesuaikan dana yang Anda miliki, dengan lokasi usaha yang di pilih. Jangan memilih lokasi yang harga sewanya mahal, tetapi ternyata tidak ramai pengunjung.
6. Pilih lokasi usaha yang tingkat kompetisinya rendah
Jika di lokasi tersebut sudah banyak usaha yang sejenis dengan usaha Anda, sebaiknya lokasi ini dihindari. Namun jika Anda yakin karena posisinya yang sangat strategis, Anda harus siap bersaing dengan menciptakan inovasi baru yang dapat membedakan usaha Anda dengan usaha lain yang sejenis.
7. Perhatikan pula akses menuju lokasi usaha
Usahakan pilih lokasi yang mudah di akses oleh para konsumen. Jika memungkinkan, pilih lokasi usaha yang dilalui transportasi umum. Agar konsumen yang tidak memiliki kendaraan pribadi juga bisa menjangkau lokasi usaha Anda.
8. Tingkat keamanan yang mendukung
Lokasi usaha yang aman juga menambah kenyamanan para konsumen. Mereka tidak akan ragu meninggalkan kendaraan mereka di tempat parkir, dan bisa meninkmati pelayanan usaha Anda dengan merasa nyaman. Dengan lingkungan yang aman, Anda bisa mengurangi resiko pencurian maupun perusakan yang bisa terjadi pada usaha yang ada di lokasi kurang aman.
9. Dan yang ke-9 adalah, perhatikan kebersihan lokasi usaha
Konsumen tidak akan mengunjungi sebuah toko, warung ataupun sebuah outlet yang berada di lingkungan kotor atau kumuh. Mereka akan merasa ragu untuk membeli produk Anda. Untuk itu jaga kebersihan lingkungan sekitar Anda, agar konsumen merasa nyaman berkunjung ke lokasi usaha Anda.
Tips
Sebelum membuka usaha sebaiknya Anda harus mengetahui apakah bangunan yang disewa atau yang Anda dirikan semua perijinannya sudah beres, seperti ijin mengenai analisa dampak lingkungan ( AMDAL ), ijin mendirikan bangunan ( IMB ), serta ijin gangguan ( HO ). Agar tidak terjadi kejadian tidak terduga, yang akan merugikan usaha yang Anda jalankan. Banyaknya peristiwa tempat usaha yang dihancurkan hanya karena tidak memiliki ijin, dapat menjadi pelajaran penting bagi Anda yang sedang mencari lokasi usaha.  Salam sukses.
 

Cover Tugas Koperasi


STRATEGI PEMASARA
USAHA SKALA KECIL





https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjXUAsQNga3XAcYCkMKmCuwvyOoLD5f_gNk05ZAiCXkT-QjfoVU__z0zlYiLBf25RccNf0pfJkn1ZgZvdY5ibn_-KXiM3ao2nyyuCziuD0LHDO8RWoYffR2IMDv9nHmz2B5OJkXT8qjv9Op/s230/logo+unpam.jpg
 










FAJAR BUDI RASITO
2010120623










PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PAMULANG
JL. Surya Kencana no. 1 Pamulang Barat Tanggerang Banten
2012






Matarei Auditting


BAB II



LANDASAN TEORI







II.1      Auditing



II.1.1  Definisi Auditing



Menurut Nobes dan Parker (2004), definisi Auditing menurut AAA Committee on Basic Auditing Concepts yang tercantum dalam A Statement of Basic and Auditing Concepts” adalah suatu proses yang tersistem dimulai dari mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti atas asersi manajemen tentang aktivitas-aktivitas dan kejadian-kejadian ekonomi dalam rangka menetapkan tingkat keyakinan antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003) mendefinisikan,  “Auditing  adalah  proses  pengumpulan  dan  pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu satuan usaha yang dilaksanakan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria- kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen” (h.1).

Tingkat keyakinan tersebut yang akhirnya akan diinformasikan kembali kepada para pengguna informasi tersebut. Auditing memainkan peranan yang penting bagi dunia bisnis, pemerintahan, dan ekonomi untuk peningkatan kinerja bisnis.

II.1.2  Jenis-jenis Auditing



Boynton, Johnson, Kell (2002) membagi audit menjadi tiga jenis yang umumnya  menunjukkan  karakteristik  kunci  yang  tercakup  dalam  definisi auditing yang telah disampaikan diatas, yaitu:
1.    Audit Laporan Keuangan (financial statement audit)

Audit yang mengumpulkan dan mengevaluasi bukti mengenai laporan- laporan entitas untuk memberikan simpulan berupa pendapat tentang kewajaran   dari   penyajian   yang   dibandingkan   dengan   kriteria   yang ditetapkan sebelumnya, yaitu Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (Generally Accepted Accounting Principles).
2.    Audit Kepatuhan (Compliance Audit)

Audit yang mengumpulkan dan memeriksa bukti-bukti apakah kegiatan operasi maupun operasional suatu entitas telah sesuai dengan persyaratan, ketentuan, atau peraturan tertentu.
3.    Audit Operasional (Operational Audit)

Audit yang memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang efisiensi, efektivitas,  dan  kehematan  kegiatan  operasi  terkait  dengan  pencapaian tujuan tertentu. Penjelasan mengenai audit operasional akan dibahas lebih mendalam.

II.2      Audit Operasional



Robertson dan Louwers (2002) mendefinisikan audit operasional sebagai berikut:

Operational auditing (also known as performance auditing and as management auditing) refers to auditors study of business operations for the purpose of making recommendations about economic and efficient use resources, effective achievement of business objectives, and compliance with economic policies.

Mengacu pada pendapat Arens dan Loebbecke (2003), audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur dan metode operasi dalam suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya termasuk mengevaluasi pengendalian internal dan menguji efektivitas pengendaliannya

Menurut Agoes (2004), audit operasional adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasional suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui apakah kegiatan operasional tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan ekonomis.

Audit operasional menurut Arens, Elder, and Beasley (2005) merupakan review sistematis atas aktivitas organisasi atau segmen atau bagian tertentu dari suatu  organisasi,  yang  bertujuan  dalam  menilai  kinerja,  mengidentifikasi

kesempatan untuk perbaikan (improvement), dan membangun rekomendasi ke arah perbaikan untuk kegiatan yang lebih jauh.

Sedangkan menurut Tunggal (2008), audit operasonal merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai ekonomi, efisiensi, dan efektifitas dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya pada keinginan manajemen.

Kelima pendapat tersebut memiliki kesamaan yang diuraikan dalam beberapa bagian yang penting. Bagian-bagian penting dari definisi tersebut adalah:
1.    Proses yang sistematis

Terdiri dari serangkaian langkah atau prosedur yang logis, terstruktur, dan terorganisasi. Aspek ini meliputi perencanaan yang baik, serta perolehan dan evaluasi secara objektif tentang bukti yang berkaitan dengan aktivitas yang sedang diaudit.
2.    Mengevaluasi operasi dan menilai kinerja organisasi

Mengevaluasi operasi dan menilai kinerja dilakukan dengan melakukan perbandingan bagaimana cara suatu organisasi melaksanakan aktivitasnya dengan kriteria yang ditetapkan dan disepakati. Dalam audit operasional, kriteria seringkali dinyatakan dalam bentuk standar kinerja yang ditetapkan oleh manajemen, misalnya kebijakan organisasional, standar, tujuan, dan rencana   detil.   Namun,   dalam   beberapa   kasus,   standar   itu   mungkin ditetapkan oleh suatu badan pemerintahan atau oleh industri. Kriteria dalam audit  operasional  ini  kerapkali  didefinisikan  secara  kurang  jelas  bila

dibandingkan dengan kriteria yang digunakan dalam audit atas laporan keuangan. Audit operasional mengukur derajat kesesuaian antara kinerja aktual dan kriterianya.
3.   Efektivitas, efisiensi, dan kehematan operasi

Tujuan utama dari audit operasional adalah membantu manajemen yang diaudit untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan kehematan operasi, bagaimana perusahaan mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif. Berbeda dengan tujuan audit keuangan yang terfokus pada kejadian historis, audit operasional terfokus pada masa depan.
Mengacu pada pendapat Agoes (2004), pengertian efektif, efisien, dan ekonomis adalah sebagai berikut:
a.  Efektifitas adalah bila tujuan organisasi dan program yang ditetapkan oleh organisasi dapat dicapai tepat sasaran sesuai dengan waktu yang ditargetkan, dan tanpa memperhatikan biaya yang dikeluarkan
b. Efisiensi adalah bila pencapaian tujuan organisasi diperoleh dengan pengorbanan kuantitas sumber daya yang minimum namun dapat memberikan hasil optimal
c.  Ekonomis (Kehematan). Bila pencapaian tujuan organisasi diperoleh dari pengorbanan sumber daya yang memiliki harga minimum namun dapat memberikan hasil yang optimal.
4.    Melaporkan kepada pihak-pihak yang tepat

Penerima laporan audit operasional yang tepat adalah manajemen atau individu   atau   badan   yang   meminta   dilakukannya   jasa   audit.   Bila

pelaksanaan audit diminta oleh pihak ketiga, pembagian laporan itu tetap berada dalam lingkungan entitas. Dalam sebagian besar kasus, dewan komisaris atau komite audit adalah pihak yang menerima salinan laporan audit operasional.
5.    Rekomendasi perbaikan

Audit operasional memiliki hasil akhir berupa penyajian laporan mengenai temuan  beserta  rekomendasi  perbaikan.  Audit  operasional  harus  secara terus-menerus mencari praktik-praktik yang terbaik dalam suatu program untuk  perbaikan  berkesinambungan.  Pengembangan  rekomendasi sebenarnya merupakan salah satu aspek yang paling menantang dalam jenis audit ini.

II.2.1  Tujuan dan Manfaat Audit Operasional



Audit operasional pada dasarnya dilaksanakan dengan tujuan tercapainya hal-hal sebagai berikut:
1.   Menilai  kinerja  manajemen  dan  berbagai  fungsi  yang  ada  di  dalam perusahaan
2.  Menilai keefektifan dan efisiensi penggunaan sumber daya (sumber daya manusia,  mesin,  dana,  dan  lain-lain)  yang  dimiliki  perusahaan  dalam mencapai tujuan organisasinya serta memberikan usulan tentang pengelolaan yang efektif, efisien, dan ekonomis untuk mencapai tujuan organisasi
3.   Menilai efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya

4.   Mengungkapkan kekurangan atau kelemahan dalam setiap unsur yang diuji oleh auditor operasional serta untuk memberikan rekomendasi perbaikan apa untuk     mengatasi   kekurangan   atau   kelemahan   yang   ditemui   dalam pelaksanaan audit operasional sehingga diperoleh hasil terbaik dari operasi yang bersangkutan

Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari audit operasonal adalah sebagai berikut:
1.   Memberikan informasi apa yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan
2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan-laporan dan pengendalian
3.   Memastikan   ketaatan   terhadap   kebijakan   manajerial   yang   ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah
4.   Mengidentifikasi area masalah potensial pada tahap dini untuk menentukan tindakan preventif yang akan diambil
5. Menilai kehematan dan efisiensi penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan dan menilai efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan yang telah ditetapkan

II.2.2  Penentuan Kriteria Audit Operasional



Menurut Arens dan Loebbecke yang dikutip oleh Tunggal, A. W. (2008), sumber-sumber yang dapat dijadikan kriteria audit operasional antara lain:
1.   Historical Performance (Prestasi Kinerja Historis)

Kriteria ini ditentukan berdasarkan prestasi kerja pada periode sebelumnya, kemudian  dibandingkan  dengan  prestasi  kerja  yang  dicapai  untuk menentukan apakah operasional telah berjalan secara efektif dan efisien.
2.   Comparable Performance (Prestasi Kinerja yang dapat dibandingkan)

Kriteria ini ditentukan dari prestasi kerja perusahaan dalam industri sejenis yang dijadikan tolok ukur perbandingan dengan prestasi kerja yang dicapai perusahaan.
3.   Engineered Standards (Standar-standar yang direkayasa)

Kriteria ini sangat efektif memecahkan masalah operasional, namun memerlukan banyak waktu dan biaya karena memerlukan keahilian yang cukup untuk menentukan standar tersebut, akan tetapi mungkin efektif dalam memecahkan masalah operasional yang besar dan biaya yang dikeluarkan untuk pemecahan masalah tersebut akan berharga
4.   Discussion and Agreement (Diskusi dan Persetujuan)

Penentuan kriteria kadang-kadang sulit dilakukan dan memakan biaya. Oleh karena itu penetapan standar dilakukan melalui diskusi dan persetujuan bersama antara pihak manajemen audit operasional dan pihak yang menerima laporan hasil audit operasional

II.2.3  Tahap-Tahap Audit Operasional



Auditor dalam melaksanakan audit operasional pada dasarnya memiliki empat tahapan sebagai berikut:
1.   Preliminary Survei (Survei Pendahuluan)

Survei pendahuluan dilakukan untuk memperoleh gambaran umum tentang kegiatan bisnis perusahaan.
2.   Review and Test of Management Control System (Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen)
Dilakukan untuk mengevaluasi dan menguji keefektifan sistem pengendalian manajemen dalam perusahaan
3.   Detailed Examination (Pengujian Terinci)

Pengujian terinci dilakukan dengan memeriksa transaksi perusahaan untuk mengetahui apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan manajemen.  Auditor  harus  melakukan  observasi  terhadap  kegiatan  dari fungsi-fungsi yang terdapat di perusahaan.
4.   Report Development (Pengembangan Laporan)

Tidak seperti laporan atas audit keuangan yang berisi opini mengenai kewajean laporan keuangan, laporan audit operasional berisi temuan audit tentang penyimpangan terhadap kriteria atau standar yang berlaku dalam perusahaan  dalam  kegiatan  bisnis  yang  menimbulkan  inefisiensi, inefektivitas, ketidakhematan, dan kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen yang terdapat di perusahaan. Selain itu, auditor juga memberikan saran-saran yang berisi perbaikan.

II.2.4  Teknik-Teknik Pengumpulan Informasi Dalam Audit Operasional



Dalam melaksanakan audit operasional, sebenarnya teknik pemeriksaan yang dilakukan tidaklah jauh berbeda dengan teknik yang digunakan dalam audit keuangan. Namun, wawancara lebih banyak dilakukan dibandingkan teknik yang

lainnya dalam audit operasional. Adapun teknik-teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.   Pemahaman objek

Teknik ini dilakukan dengan mengadakan diskusi atau wawancara dengan orang yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan akan objek yang akan diteliti
2.   Walkthrough

Teknik ini merupakan kegiatan pemeriksaan di dalam menelusuri sistem dan prosedur pada objek yang akan diperiksa yang meliputi fungsi-fungsi yang ada di dalam perusahaan
3.   Pengamatan

Teknik ini melakukan peninjauan secara langsung atas suatu objek secara hati-hati dan ilmiah. Hasil pengamatan memerlukan penegasan yang lebih lanjut di langkah berikutnya, misalnya melalui analisis dan penyelidikan
4.   Analisis

Teknik ini mencoba menguraikan informasi apa saja yang diperoleh ke dalam unsur-unsur yang lebih rinci sehingga dapat diketahui unsur-unsur penting dari informasi tersebut
5.   Wawancara

Teknik ini merupakan usaha untuk mendapatkan informasi secara lisan. Dalam pelaksanaannya, wawancara dapat dilakukan secara tertulis dengan memberikan kuesioner kepada pihak yang diwawancarai
6.   Verifikasi

Teknik  ini  digunakan  untuk  mengukuhkan  atau  mencocokkan  apa  yang tertulis dengan fakta yang ada. Dengan kata lain, verifikasi dilakukan untuk membuktikan kebenaran dari suatu pernyataan
7.   Penyelidikan

Teknik ini merupakan proses mendalami pemeriksaan dengan mengupas secara  ekstensif  dimana  permasalahan  dijabarkan,  diuraikan,  dan  diteliti untuk menemukan adanya pelaksanaan yang tidak sehat ataupun kebenaran dari suatu kegiatan
8.   Evaluasi

Teknik ini merupakan langkah akhir sebelum kesimpulan atas pemeriksaan dibuat.  Evaluasi  memerlukan  pertimbangan  keahlian,  sehingga mencerminkan keahlian profesional pemeriksa. Kemampuan ini akan tercermin dalam saran dan rekomendasi yang diberikan oleh pemeriksa

II.2.5  Hasil Temuan Audit Operasional



Temuan audit adalah suatu pertanyaan yang bersifat fakta-fakta. Temuan yang baik mencakup pertimbangan audtitor menyangkut sebab dan akibat dari kondisi tersebut. Fakta yang lebih spesifik dan terukur akan lebih memudahkan dalam menentukan dan menggambarkan kondisi yang ada.

Temuan-temuan yang didapat dalam audit operasional mencakup:

a.    Pernyataan Kondisi (Statement of Condition)

Audit operasional memerlukan temuan fakta awal dalam tahap pekerjaan lapangan (field work). Ketika temuan fakta digunakan untuk menyatakan

suatu kondisi, auditor perlu memeriksa dan menguji operasi dan data terkait untuk membuat fakta lebih jelas. Pernyataan kondisi ini memberikan titik referensi kepada temuan yang berkaitan dengan kriteria yang ada.
b.    Kriteria (Criteria)

Kriteria merupakan kondisi apa yang diharapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi. Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk suat kondisi yang spesifik, auditor memandang dari segi hukum dan perundang- undangan yang relevan, kontrak yang ada, kebijakan, sistem dan prosedur, peraturan internal dan eksternal, tanggung jawab dan wewenang, standar, jadwal, rencana dan anggaran, serta dasar-dasar manajemen dan administrasi yang baik.
c.  Penyebab (Cause)

Temuan audit belumlah lengkap bila identifikasi penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari kriteria. Faktor paling penting dari temuan audit yaitu menentukan penyebab kelemahan. Penyebab ini adalah alasan kenapa operasi menjadi tidak efisien, efektif, dan ekonomis.
d.    Akibat (Effect)

Salah satu tujuan utama audit operasional adalah mendorong manajemen operasional melakukan tindakan positif untuk memperbaiki temuan atas kekurangan atau kelemahan. Efek menunjukkan hasi akhir dari kondisi yang sebenarnya atau yang potensial terjadi. Efek harus meyakinkan manajemen bahwa kebijakan sudah dijalankan dengan baik dan tujuan atau sasaran akan tercapai atau tidak tercapai sehingga sesuatu harus dilakukan.
e.    Rekomendasi (Recommendation)

Keberhasilan penyempurnaan suatu temuan audit adalah pengembangan rekomendasi untuk mengoreksi kondisi yang tidak diinginkan saat ini. Rekomendasi haruslah masuk akal disertai penjelasasn mengapa kondisi tersebut  terjadi,   penyebabnya,  dan   apa   yang   harus   dilakukan  untuk mencegah terulangnya kondisi tersebut.

II.3      Sistem Pengendalian Internal



II.3.1  Pengertian Sistem Pengendalian Internal



Sistem Pengendalian Internal memainkan peranan yang penting bagi kegiatan audit operasional. Kunci dari kegiatan audit operasonal adalah pemahaman seorang auditor operasional atas sistem pengendalian internal yang ada di dalam organisasi.

Mengacu pada pendapat Mulyadi (2001), definisi Sistem Pengendalian

Internal adalah sebagai berikut:



“Sistem pengendalian internal meliputi struktur, metode, dan ukuran-ukuran yang di koordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen” (h.163).

Pada dasarnya, definisi-definisi yang ada mengenai sistem pengendalian internal mengacu pada tujuan yang sama yaitu:
1.   Menjaga kekayaan organisasi

2.   Melakukan pengecekan terhadap ketelitian dan keandalan data akuntansi

3.   Mendorong efisiensi, dan

4.   Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen



Definisi-definisi yang ada tentang sistem pengendalian internal pada dasarnya menekankan pada pentingnya pengendalian internal diimplementasikan di setiap tingkatan organisasi. Pengendalian intern yang efektif menitikberatkan pada mekanisme saling uji, yaitu bahwa suatu bagian organisasi dengan melaksanakan prosedur tertentu akan dapat mengawasi kegiatan bagian lainnya secara otomatis.

II.3.2  Komponen Pengendalian Internal



Dalam Laporan COSO dan AU 319, Consideration of Internal Control in the Financial Statement Audit (SAS 78), terdapat 5 komponen pengendalian internal yang saling berkaitan, yaitu:
1.   Lingkungan Pengendalian (Control Environment)

Merupakan   suatu   suasana   yang   dapat   mempengaruhi   kesadaran   dan keinginan tiap personel dalam entitas untuk melakukan tindakan pengendalian. Lingkungan Pengendalian merupakan pondasi primer dari seluruh pengendalian internal lainnya karena menyediakan disiplin dan struktur.
2.   Penilaian Resiko (Risk Assessment)

Merupakan identifikasi analisis, dan pengelolaan resiko suatu entitas yang berkaitan dengan penyusunan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum

3.   Sistem Informasi dan Komunikasi (Information and Communication System) Merupakan sistem akuntansi yang terdiri metode-metode dan catatan-catatan yang   diciptakan  untuk  mengidentifikasi,  mengumpulkan,  menganalisis, mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi entitas serta kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi dan untuk memelihara pertanggung- jawaban dari  aktiva dan  kewajiban yang  terkait. Komunikasi melibatkan tersedianya pemahaman yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab tiap personel dalam hal pengendalian internal dan pelaporan keuangan.
4.   Aktivitas Pengendalian (Control Activities)

Merupakan  kebijakan  dan  prosedur  yang  dapat  membantu  memastikan bahwa perintah manajemen dilaksanakan. Terdiri dari:
a.    Pemisahan Tugas (Segregation of Duties)

b.    Pengendalian Pemrosesan Informasi (Information Processing Control)

i.      Pengendalian Umum (General Control)

ii.      Pengendalian Aplikasi (Application Control)

c.    Pengendalian Fisik (Physical Control)

d.    Review Kinerja (Performacne Review)

5.  Pemantauan  (Monitoring).  Merupakan  proses  menilai  kembali  kualitas kinerja pengendalian internal pada suatu waktu.

Unsur pokok dalam pengendalian internal adalah:

1.   struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas

2.   adanya wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan cukup terhadap aktiva, kewajiban, pendapatan, biaya

3.   praktik  yang  sehat  dalam  melaksanakan  tugas  dan  fungsi  setiap  unit organisasi
4.   karyawan yang memiliki kualitas sesuai dengan tanggung jawabnya



II.3.3  Karakteristik-Karakteristik Pengendalian



Dalam melaksanakan audit operasional, auditor melakukan evaluasi atas pengendalian apakah telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Menurut Sawyer (2005), ciri-ciri dari sebuah sistem yang dapat diterima adalah:
a.   Tepat waktu

Pengendalian seharusnya sejak awal dapat mendeteksi penyimpangan aktual atau yang potensial terjadi untuk menghindari tindakan perbaikan yang memakan biaya. Pengendalian harus tepat waktu, meskipun efektivitas biaya harus juga dipertimbangkan
b.   Ekonomis

Pengendalian harus memberikan keyakinan yang wajar dalam mencapai hasil yang diinginkan dengan biaya yang minimum dan dicari efek samping yang paling rendah
c.   Akuntabilitas

Pengendalian harus dapat membantu karyawan dalam mempertanggung- jawabkan tugas yang diberikan. Manajer membutuhkan kontrol untuk membantu  mereka  memenuhi  tanggung  jawabnya  dan  oleh  karena  itu manajer harus memperhatikan tujuan dan pengoperasian kontrol sampai akhir dan bisa memanfaatkannya
d.   Penerapan

Pengendalian harus diterapkan pada saat yang paling efektif e.   Fleksibilitas
Keadaan atau kondisi dalam suatu perusahaan dapat berubah sewaktu-waktu sehingga rencana dan prosedur hampir pasti berubah seiring berjalannya waktu.
f.    Menentukan penyebab

Tindakan korektif dapat segera diambil bila pengendalian tidak hanya mengidentifikasi masalah tetapi juga penyebabnya. Penanganan standar bisa disiapkan dan dilaksanakan bila pengendalian bisa menentukan penyebab kesulitan. Tidak ada tindakan korektif yang benar-benar efektif kecuali bila penyebabnya diketahui
g.   Kelayakan

Pengendalian harus memenuhi kebutuhan manajemen. Pengendalian tersebut harus dapat membantu dalam pencapaian tujuan dan juga harus sesuai dengan karyawan dan stuktur organisasi dari operasi.

II.3.4  Sarana untuk Mencapai Kontrol



Menurut  Sawyer   (2005),   beberapa  sarana  operasional  yang   dapat digunakan manajer untuk mengendalikan fungsi di dalam perusahaan adalah:
a.   Organisasi (organization)

Organisasi sebagai sarana kontrol merupakan struktur peran yang disetujui untuk orang-orang di dalam perusahaan, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya secara efisien dan ekonomis
b.   Kebijakan (policy)

Suatu kebijakan adalah pernyataan prinsip yang membutuhkan, menjadi pedoman atau membatasi tindakan
c.   Prosedur (procedure)

Prosedur adalah sarana yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
d.   Personalia (personnel)

Orang-orang yang dipekerjakan atau ditugaskan harus memiliki kualifikasi untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Bentuk kontrol yang terbaik di samping kinerja masing-masing individu adalah supervisi. Jadi, standar supervisi harus diterapkan
e.   Akuntansi (accounting)

Akuntansi merupakan sarana yang penting untuk kontrol keuangan pada aktivitas dan sumber daya
f.    Penganggaran (budgeting)

Anggaran     adalah   suatu   pernyataan   hasil-hasil   yang   diharapkan   yang dinyatakan dalam bentuk numerik. Sebagai sebuah kontrol, anggaran menetapkan standar masukan sumber daya
g.   Pelaporan (reporting)

Pada kebanyakan organisasi, manajemen berfugsi membuat keputusan berdasarkan laporan yang diterima. Oleh karena itu, laporan haruslah tepat waktu, akurat, bermakna, dan ekonomis.

II.4      Penjualan



Secara umum, penjualan merupakan kegiatan penyerahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual ke pembeli. Sebagai imbalan atas penyerahan hak milik ini, pembeli menyerahkan imbalan atau uang kepada penjual. Penjualan terbagi menjadi dua macam; penjualan tunai dan penjualan kredit.

Penjualan tunai berlangsung dengan mewajibkan pembeli melakukan sejumlah pembayaran harga barang terlebih dahulu sebelum penyerahan barang dilakukan perusahaan, atau pembayaran dapat juga dilakukan bersamaan dengan diserahkannya  barang  atau   jasa   kepada  pembeli.  Setelah  uang  diterima, dilakukan penyerahan barang kepada pembeli.

Penjualan kredit dimulai dengan diterimanya pesanan dari pelanggan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan status kredit pelanggan. Bila status kredit disetujui, dilanjutkan dengan kegiatan permintaan barang dan pengiriman barang, pencatatan piutang, penagihan piutang, dan kemudian berakhir pada pencatatan penagihan piutang sebagai bukti penerimaan kas.

Bagian penjualan merupakan salah satu bagian penting dari perusahaan dan merupakan suatu fungsi yang saling menunjang dengan fungsi yang lain. Penjualan harus dikoordinasikan dengan baik dalam usaha mencapai laba penjualan yang digunakan sebagai ukuran dalam pencapaian tujuan perusahaan, baik  tujuan  jangka  pendek  maupun   jangka  panjang.  Berhasilnya  bagian penjualan  harus  didukung  usaha  yang  baik  dari  seluruh  pegawai  bagian penjualan.  Hubungan  yang  baik  dengan  para  pelanggan  juga  harus  tetap

dipelihara selain tetap berusaha mencari pelanggan baru. Selain itu, diperlukan juga   penetapan   tujuan   yang   jelas   atas   penjualan   sejalan   dengan   usaha memperoleh laba. Tujuan utama bagian penjualan adalah pemasaran produk atau meningkatkan penjualan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan memperoleh laba. Tanpa adanya penjualan, maka perusahaan dagang tidak memperoleh pendapatan untuk kemudian dapat digunakan kembali untuk kelangsungan hidup perusahaan.

Siklus penjualan dan piutang mencakup proses penting untuk memindahkan atau mengalihkan barang atau jasa kepada pelanggan melalui transaksi jual-beli. Siklus ini dimulai dari permintaan pesanan dari pelanggan, kemudian terjadi piutang (untuk penjualan kredit), dan akhirnya penerimaan kas. Oleh karena itu, kegiatan penjualan, piutang, dan penerimaan kas tidaklah dapat dipisahkan. Besarnya piutang dalam perusahaan sangat dipengaruhi secara langsung oleh kegiatan penjualan kredit. Analisis terhadap piutang dilakukan agar manajemen dapat mengetahui sejauh mana kebijakan kredit yang ditetapkan telah dilaksanakan. Hal ini berarti para pelanggan dapat melunasi hutangnya sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan. Sebagai akibat lanjut dari proses ini adalah penerimaan kas. Kas merupakan aktiva perusahaan yang paling likuid sehingga mudah diselewengkan. Oleh sebab itu, diperlukan pengawasan terhadap fungsi ini karena penerimaan kas adalah hasil akhir dari proses penjualan. Dengan kas inilah perusahaan dapat menggunakannya kembali untuk kelangsungan hidup perusahaan dan mencapai laba.

II.4.1  Fungsi-fungsi yang Terkait dalam Kegiatan Penjualan Tunai dan Kredit



Menurut Mulyadi (2001), Fungsi-fungsi yang terlibat secara umum dalam aktivitas penjualan tunai adalah:
1.   Fungsi Penjualan.

Fungsi ini bertanggung jawab dalam menerima pesanan pembeli, mengisi faktur penjualan tunai, serta menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran harga barang ke fungsi kas.
2.   Fungsi Kas

Fungsi ini bertanggung jawab dalam menerima kas dari pembeli.

3.   Fungsi Gudang

Fungsi ini memiliki tanggung jawab dalam menyiapkan barang yang dipesan oleh pembeli, serta melakukan kegiatan penyerahan barang ke fungsi pengiriman barang.
4.   Fungsi Pengiriman Barang

Fungsi ini bertanggung jawab dalam melakukan pemaketan barang dan menyerahkanbarang pesanan tersebut kepada pembeli
5.   Fungsi Akuntansi

Fungsi ini bertanggug jawab dalam mencatat transaksi penjualan dan penerimaan kas dan membuat laporan penjualan

Sedangkan fungsi-fungsi yang terkait dalam kegiatan penjualan kredit adalah:

1.   Fungsi Penjualan

Fungsi ini bertanggung jawab dalam menerima surat order dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi yang belum

ada pada surat order tersebut (misalnya spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana barang akan dikirim, serta mengisi surat order pengiriman. Dalam penjualan kredit, fungsi ini juga memiliki tanggung jawab dalam melakukan ”back order” pada saat diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan.
2.   Fungsi Kredit

Fungsi Kredit berada di bawah Fungsi Keuangan, yang bertanggung jawab dalam meneliti status kredit pelanggan dan memberikan otorisasi pemberian kredit kepada pelanggan sebelum pesanan dari pembeli dipenuhi, otorisasi penjualan kredit harus diperoleh.
3.   Fungsi Gudang

Fungsi ini bertanggung jawab dalam menyimpan barang dan menyiapkan barang sesuai pesanan pembeli, serta menyerahkan barang pesanan tersebut kepada Fungsi Pengiriman agar sampai ke tangan pembeli.
4.   Fungsi Pengiriman

Fungsi ini bertanggung jawab dalam menyerahkan barang ke pembeli berdasarkan surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab pula dalam menjamin bahwa tidak terdapat barang yang keluar tanpa ada otorisasi yang berwenang.
5.   Fungsi Penagihan

Fungsi ini bertanggung jawab dalam membuat dan mengirimkan faktur penjualan  kepada  pelanggan,  serta  menyediakan  copy  faktur  bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.

6.   Fungsi Akuntansi

Fungsi ini bertanggung jawab dalam mencatat piutang yang timbul dari transaksi penjualan kredit, membuat dan mengirimkan pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Fungsi ini juga bertanggung jawab dalam mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam kartu persediaan.

II.4.2  Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem Penjualan Kredit



Prosedur  Penjualan  Kredit  memiliki  jaringan-jaringan  kegiatan  yang saling terkait dan dijabarkan sebagai berikut:
1.   Prosedur Order Penjualan

Prosedur ini dimulai dengan Fungsi Penjualan menerima order atau pesanan dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari pembeli. Kemudian fungsi penjualan membuat surat order pengiriman dan mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.
2.   Prosedur Persetujuan Kredit

Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta persetujuan penjualan kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit
3.   Prosedur Pengiriman Barang

Dalam prosedur ini, fungsi gudang menyiapkan barang yang diperlukan oleh pembeli, dan fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli seuai dengan informasi yang tercantum dalam faktur penjualan kartu kredit yang diterima dari fungsi gudang. Pada saat penyerahan barang dilakukan, fungsi

pengiriman meminta tanda tangan penerimaan barang dari pemegang kartu kredit di atas faktur penjualan kartu kredit.
4.   Prosedur Penagihan

Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu, faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini membuat surat order pengiriman
5.   Prosedur Pencatatan Piutang

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan tertentu mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi sebagai catatan piutang.
6.   Prosedur Distribusi Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen
7.   Prosedur Pencatatan Harga Pokok Penjualan

Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik total harga pokok produk yang dijual dalam periode akuntansi tertentu.

II.4.3  Unsur Pokok Pengendalian Internal Fungsi Penjualan



Pengendalian internal memegang peranan yang sangat penting bagi terciptanya keyakinan akan berjalannya tiap prosedur yang berjalan dalam perusahaan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi. Setiap pengendalian yang diterapkan haruslah sesuai dengan tempatnya dan harus dipastikan bahwa pengendalian tersebut berjalan dengan

baik. Berikut ini adalah beberapa bentuk pengendalian internal terkait dengan kegiatan penjualan, piutang, dan penerimaan kas:
1.  Terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan penjualan. piutang, dan penerimaan kas sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan kesalahan dalam pemrosesan kegiatan maupun kecurangan yang dapat merugikan   perusahaan.   Pemisahan   fungsi   yang   baik   dalam   kegiatan penjualan, piutang, dan penerimaan kas adalah antara yang melakukan penjualan, persetujuan kredit, pengiriman barang, membuat faktur penjualan, melakukan pencatatan, dan penagihan.
2.   Kegiatan  penjualan  dilakukan  oleh  seseorang  atau  suatu  fungsi  yang memiliki otoritas atau wewenang untuk mengadakan penjualan
3.   Penerimaan pesanan pelanggan yang dilakukan oleh bagian penjualan telah sesuai  dengan  kriteria  yang  diotorisasi  manajemen  (apakah  pelanggan tercatat dalam data pelanggan, apakah batas kredit sesuai dengan kriteria persetujuan kredit, apakah harga yang diberikan ke pelanggan sesuai dengan daftar harga dari manajemen dan lain-lain)
4.   Persetujuan pemberian  kredit  haruslah  diotorisasi oleh  pihak  atau  fungsi kredit yang berwenang sesuai dengan kondisi dan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh manajemen.
5.   Terdapat  daftar  harga  (price  list)  dan  kondisi  tertentu  dalam  kegiatan penjualan, dan bila terdapat perbedaan harga maupun diskon yang diberikan kepada       pelanggan,   perbedaan   tersebut   haruslah   telah   disetujui   oleh manajemen

6.   Dokumen-dokumen yang mendukung kegiatan penjualan diberi nomor urut tercetak (prenumbered) untuk kemudahan dalam pencarian informasi bila sewaktu-waktu diperlukan kembali
7.   Pengiriman   barang   kepada   pelanggan   harus   diotorisasi   oleh   fungsi pengiriman dan disertai dokumen-dokumen yang dibutuhkan
8.  Terdapat keyakinan bahwa pengiriman barang pesanan ke pelanggan telah sesuai dengan permintaan pelanggan, baik dari segi kuantitas, harga, bonus, maupun diskon yang diberikan dan keyakinan bahwa barang yang dikirim memiliki kondisi yang baik
9.   Kegiatan pencatatan kartu piutang, jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas dan jurnal umum harus dilakukan dan diotorisasi oleh fungsi akuntansi.
10. Mengadakan sub buku besar piutang atau kartu piutang untuk masing-masing pelanggan yang selalu dilakukan update agar setiap perubahan yang terjadi tidak mengganggu operasional perusahaan dalam kegiatan penjualan
11. Membuat analisa umur piutang (aging schedule) setiap akhir bulan

12. Melakukan perbandingan antara saldo piutang dari masing-masing pelanggan dengan jumlah saldo piutang pada buku besar
13. Mengirimkan  monthly  statement  of  accounting  kepada  masing-masing pelanggan setiap akhir bulan untuk menguji ketelitian dan kebenaran bahwa saldo piutang yang terjadi telah sesuai dengan yang dicatat bagian akuntansi
14. Setiap  uang  kas,  cek  atau  giro  atau  apapun  bentuk  pembayaran  dari pelanggan haruslah disetor dalam jumlah seutuhnya paling lambat 1 hari setelah diterima pembayaran tersebut.

15. Memastikan bahwa transaksi penjualan kredit telah dilaksanakan oleh fungsi sebagai berikut: fungsi penjualan, fungsi kredit, fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Di luar dari fungsi-fungsi terkait tersebut, transaksi penjualan tidak boleh dilakukan (ilegal)

II.4.4  Tujuan Audit Operasional atas Penjualan, Piutang, dan Penerimaan Kas



Menurut Robertson dan Louwers (2002), tujuan audit operasional atas penjualan, piutang, dan penerimaan kas adalah sebagai berikut:
1.   Membuat evaluasi atas  perencanaan penjualan dan  manajemen penjualan dalam menentukan rencana untuk mencapai sasaran penjualan
2.   Mendapatkan keyakinan bahwa kebijakan yang ada menyediakan keyakinan bahwa setiap penjualan yang dilakukan berdasarkan permintaan pelanggan
3.  Mendapatkan keyakinan bahwa terdapat tanda tangan atau bukti otorisasi secara manual untuk setiap dokumentasi
4.   Mendapatkan keyakinan bahwa terdapat suatu pembatasan akses ke tempat penyimpanan persediaan atau area shipping dan akses ke bagian penagihan dan formulir invoice yang kosong untuk menghindari terjadinya penjualan fiktif
5.   Mencari alternatif dalam usaha meningkatkan efektivitas penjualan, serta mendeteksi adanya kelemahan dan penyimpangan dalam proses penjualan, piutang, dan kas serta pemecahan atas kelemahan tersebut

Penyimpangan dan kelemahan tersebut dapat terjadi bila terdapat kondisi sebagai berikut:

a.   Terjadinya penjualan fiktif atau penumpukkan bahan baku dikarenakan terlalu   banyaknya   jumlah   persediaan   akibat   kesalahan   perkiraan penjualan dan penurunan tingkat prestasi penjualan
b.  Meningkatnya jumlah piutang usaha dikarenakan penjualan yang tidak memperhatikan kemampuan pembayaran pelanggan atau dikarenakan macetnya pembayaran piutang oleh pelanggan
c. Kas yang diterima atas pelunasan piutang diterima oleh pihak yang tidak berwenang atau kas yang tidak langsung disetor ke Bank
6. Meningkatkan  rekomendasi  bagi  penanggulangan  kelemahan  dan peningkatan prestasi
7.   Mendapatkan keyakinan atas kebenaran posisi saldo di Laporan Keuangan

8.   Mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi telah valid serta transaksi penerimaan kas dibukukan pada periode yang tepat, dikelompokkan dengan benar dan dicatat pada waktu yang yang tepat.
9.   Mengetahui apakah pembukuan telah menerapkan prinsip akuntansi secara benar serta memastikan pengendalian internal yang diterapkan telah diterapkan dengan semestinya, misalnya: untuk setiap pesanan yang tertunda (pending order) harus direview secara rutin untuk menghindari kesalahan penagihan     dan    pencatatan   pengiriman   dan    Bank    Statement    harus direkonsiliasi secara detil setiap bulan
10. Pencatatan transaksi harus dibawah otorisasi dimana akuntan yang mencatat penjualan dan piutang harus didukung oleh dokumen-dokumen pengiriman barang  atau   penyerahan   jasa   dan   dokumen   tertanggal   diterimanya pembayaran dari pelanggan

11. Mendapatkan   keyakinan   bahwa   invoice   telah   sama   dengan   pesanan pelanggan dan surat jalan untuk memastikan bahwa pelanggan menerima pesanan sesuai dengan yang diminta, dengan harga dan kuantitas yang telah disetujui serta ketepatan waktu diterimanya pesanan. Selain itu, mendapatkan keyakinan bahwa kuantitas yang dicatat sama dengan kuantitas yang diserahkan ke pelanggan.