BAB II
LANDASAN
TEORI
II.1 Auditing
II.1.1 Definisi Auditing
Menurut Nobes dan Parker (2004), definisi
Auditing menurut AAA Committee on Basic Auditing
Concepts yang tercantum dalam “A Statement of Basic and Auditing
Concepts” adalah suatu proses yang tersistem dimulai dari
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti atas asersi manajemen tentang
aktivitas-aktivitas dan kejadian-kejadian ekonomi dalam rangka menetapkan
tingkat keyakinan antara asersi-asersi
tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Arens dan Loebbecke
yang diterjemahkan oleh Jusuf, A. A. (2003)
mendefinisikan,
“Auditing
adalah
proses
pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi
yang dapat diukur mengenai suatu satuan usaha yang dilaksanakan oleh seorang yang kompeten dan independen untuk dapat
menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria- kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan oleh seorang yang kompeten dan independen” (h.1).
Tingkat keyakinan tersebut
yang akhirnya akan diinformasikan
kembali kepada para pengguna informasi tersebut. Auditing memainkan
peranan yang penting bagi dunia bisnis, pemerintahan, dan ekonomi untuk peningkatan kinerja bisnis.
II.1.2 Jenis-jenis Auditing
Boynton, Johnson, Kell (2002) membagi
audit menjadi tiga jenis yang
umumnya
menunjukkan
karakteristik
kunci yang tercakup dalam definisi
auditing yang telah disampaikan diatas, yaitu:
1. Audit Laporan Keuangan
(financial statement
audit)
Audit yang mengumpulkan
dan mengevaluasi bukti mengenai laporan-
laporan entitas untuk memberikan
simpulan berupa pendapat tentang kewajaran dari
penyajian yang
dibandingkan dengan
kriteria yang ditetapkan sebelumnya, yaitu Prinsip Akuntansi
Berlaku Umum (Generally
Accepted Accounting Principles).
2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)
Audit yang mengumpulkan
dan memeriksa bukti-bukti apakah kegiatan
operasi maupun operasional suatu
entitas telah sesuai
dengan persyaratan,
ketentuan, atau peraturan
tertentu.
3. Audit Operasional
(Operational Audit)
Audit yang memperoleh dan mengevaluasi bukti-bukti tentang
efisiensi, efektivitas, dan kehematan
kegiatan operasi terkait dengan pencapaian
tujuan tertentu. Penjelasan mengenai audit operasional akan dibahas lebih mendalam.
II.2 Audit Operasional
Robertson dan Louwers (2002) mendefinisikan
audit operasional sebagai berikut:
Operational auditing (also known as performance auditing and as
management auditing) refers to auditors’ study of business operations
for the purpose of making recommendations about economic and efficient use resources,
effective achievement of business
objectives, and compliance with economic
policies.
Mengacu pada pendapat
Arens dan Loebbecke (2003), audit operasional merupakan penelaahan atas bagian manapun dari prosedur
dan metode operasi dalam suatu organisasi untuk menilai efisiensi dan efektivitasnya termasuk mengevaluasi pengendalian internal dan menguji
efektivitas pengendaliannya
Menurut Agoes (2004), audit operasional
adalah suatu pemeriksaan terhadap kegiatan
operasional suatu perusahaan, termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan operasional yang ditentukan oleh manajemen untuk mengetahui
apakah kegiatan operasional tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien, dan
ekonomis.
Audit operasional
menurut Arens, Elder, and Beasley (2005) merupakan
review sistematis atas aktivitas
organisasi atau segmen atau bagian tertentu dari suatu organisasi, yang
bertujuan dalam menilai
kinerja, mengidentifikasi
kesempatan untuk perbaikan
(improvement), dan membangun rekomendasi ke arah
perbaikan untuk kegiatan
yang lebih jauh.
Sedangkan menurut
Tunggal (2008), audit operasonal merupakan audit atas operasi yang dilaksanakan dari sudut pandang manajemen untuk menilai
ekonomi, efisiensi, dan efektifitas
dari setiap dan seluruh operasi, terbatas hanya
pada keinginan manajemen.
Kelima pendapat tersebut memiliki kesamaan
yang diuraikan dalam
beberapa bagian yang penting. Bagian-bagian penting dari definisi tersebut adalah:
1. Proses yang sistematis
Terdiri dari serangkaian
langkah atau prosedur yang logis, terstruktur,
dan terorganisasi. Aspek ini meliputi
perencanaan yang baik, serta perolehan dan evaluasi secara objektif tentang
bukti yang berkaitan dengan aktivitas yang sedang diaudit.
2. Mengevaluasi operasi dan menilai
kinerja organisasi
Mengevaluasi
operasi dan menilai kinerja dilakukan dengan melakukan perbandingan bagaimana cara suatu organisasi melaksanakan aktivitasnya dengan kriteria
yang ditetapkan dan disepakati. Dalam audit operasional, kriteria seringkali
dinyatakan dalam bentuk standar kinerja yang ditetapkan oleh manajemen, misalnya kebijakan
organisasional, standar, tujuan, dan rencana
detil. Namun, dalam
beberapa kasus, standar
itu
mungkin
ditetapkan oleh suatu badan pemerintahan atau oleh industri.
Kriteria dalam audit operasional ini kerapkali
didefinisikan secara kurang jelas bila
dibandingkan
dengan kriteria yang digunakan dalam audit atas laporan
keuangan. Audit operasional mengukur derajat kesesuaian antara kinerja
aktual dan kriterianya.
3. Efektivitas, efisiensi, dan kehematan operasi
Tujuan utama dari audit operasional adalah membantu
manajemen yang diaudit untuk meningkatkan
efektivitas, efisiensi, dan kehematan operasi,
bagaimana perusahaan mengoptimalkan
penggunaan sumber daya yang
dimiliki sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif.
Berbeda dengan tujuan audit keuangan
yang terfokus pada kejadian historis, audit operasional terfokus pada masa depan.
Mengacu pada pendapat Agoes (2004), pengertian efektif, efisien, dan ekonomis adalah sebagai
berikut:
a. Efektifitas adalah bila tujuan organisasi dan program yang ditetapkan
oleh organisasi dapat dicapai
tepat sasaran sesuai dengan waktu yang ditargetkan, dan tanpa memperhatikan biaya yang dikeluarkan
b. Efisiensi adalah bila pencapaian tujuan organisasi diperoleh dengan pengorbanan kuantitas sumber daya yang minimum namun dapat memberikan
hasil optimal
c. Ekonomis (Kehematan). Bila pencapaian tujuan organisasi diperoleh
dari pengorbanan sumber daya yang memiliki harga minimum namun dapat memberikan
hasil yang optimal.
4. Melaporkan
kepada pihak-pihak
yang tepat
Penerima laporan audit operasional
yang tepat adalah manajemen atau
individu atau badan
yang
meminta dilakukannya jasa
audit.
Bila
pelaksanaan
audit diminta oleh pihak ketiga,
pembagian laporan itu tetap
berada dalam lingkungan entitas. Dalam sebagian besar kasus, dewan
komisaris atau komite audit adalah pihak yang menerima salinan laporan audit operasional.
5. Rekomendasi perbaikan
Audit operasional memiliki hasil akhir berupa penyajian
laporan mengenai temuan beserta rekomendasi
perbaikan. Audit
operasional
harus
secara
terus-menerus mencari praktik-praktik yang terbaik dalam suatu program untuk perbaikan berkesinambungan.
Pengembangan rekomendasi sebenarnya merupakan salah satu aspek yang paling menantang
dalam jenis audit ini.
II.2.1
Tujuan dan Manfaat Audit Operasional
Audit operasional pada dasarnya dilaksanakan dengan tujuan tercapainya hal-hal sebagai berikut:
1. Menilai kinerja
manajemen
dan
berbagai
fungsi
yang
ada
di
dalam
perusahaan
2. Menilai keefektifan dan efisiensi
penggunaan sumber daya (sumber daya
manusia, mesin, dana, dan lain-lain)
yang
dimiliki perusahaan
dalam mencapai tujuan organisasinya serta memberikan usulan tentang pengelolaan yang efektif, efisien, dan ekonomis untuk mencapai
tujuan organisasi
3. Menilai efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya
4.
Mengungkapkan kekurangan atau kelemahan dalam setiap unsur yang diuji
oleh auditor operasional serta untuk memberikan
rekomendasi perbaikan apa untuk mengatasi
kekurangan atau
kelemahan yang ditemui dalam pelaksanaan audit operasional sehingga
diperoleh hasil terbaik
dari operasi yang bersangkutan
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh
dari audit operasonal adalah sebagai berikut:
1. Memberikan informasi apa yang relevan dan tepat waktu untuk pengambilan keputusan
2. Membantu manajemen dalam mengevaluasi catatan, laporan-laporan
dan pengendalian
3. Memastikan
ketaatan terhadap kebijakan manajerial yang
ditetapkan, rencana-rencana, prosedur serta persyaratan peraturan pemerintah
4. Mengidentifikasi
area masalah potensial pada tahap
dini untuk menentukan
tindakan preventif yang akan diambil
5. Menilai kehematan dan efisiensi
penggunaan sumber daya termasuk memperkecil pemborosan dan menilai efektivitas pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan
yang telah ditetapkan
II.2.2 Penentuan Kriteria Audit Operasional
Menurut Arens dan Loebbecke
yang dikutip oleh Tunggal, A. W. (2008), sumber-sumber yang dapat
dijadikan kriteria audit operasional antara lain:
1. Historical
Performance (Prestasi Kinerja Historis)
Kriteria ini ditentukan berdasarkan prestasi kerja pada periode sebelumnya, kemudian dibandingkan dengan prestasi kerja yang
dicapai
untuk
menentukan apakah operasional telah
berjalan secara efektif
dan efisien.
2. Comparable
Performance (Prestasi Kinerja yang dapat
dibandingkan)
Kriteria ini ditentukan dari prestasi kerja perusahaan
dalam industri sejenis yang dijadikan tolok
ukur perbandingan dengan prestasi kerja
yang dicapai perusahaan.
3. Engineered Standards (Standar-standar yang direkayasa)
Kriteria ini sangat efektif memecahkan masalah operasional, namun memerlukan
banyak waktu dan biaya karena memerlukan keahilian yang cukup untuk menentukan standar tersebut, akan tetapi mungkin efektif
dalam memecahkan masalah operasional yang besar dan biaya yang dikeluarkan untuk pemecahan masalah tersebut akan berharga
4. Discussion
and Agreement (Diskusi dan Persetujuan)
Penentuan kriteria
kadang-kadang sulit dilakukan dan memakan biaya. Oleh karena itu penetapan standar dilakukan
melalui diskusi dan persetujuan bersama antara pihak
manajemen audit operasional dan pihak
yang menerima laporan
hasil audit operasional
II.2.3 Tahap-Tahap Audit Operasional
Auditor dalam melaksanakan audit operasional pada dasarnya memiliki empat tahapan
sebagai berikut:
1. Preliminary Survei (Survei
Pendahuluan)
Survei pendahuluan dilakukan untuk memperoleh
gambaran umum tentang kegiatan bisnis perusahaan.
2. Review and Test of Management
Control System (Penelaahan dan Pengujian atas Sistem Pengendalian Manajemen)
Dilakukan untuk mengevaluasi dan menguji keefektifan sistem pengendalian manajemen dalam perusahaan
3. Detailed
Examination (Pengujian Terinci)
Pengujian terinci
dilakukan dengan memeriksa transaksi perusahaan untuk mengetahui
apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan
yang ditetapkan manajemen. Auditor harus melakukan observasi terhadap kegiatan
dari
fungsi-fungsi yang terdapat di perusahaan.
4. Report
Development (Pengembangan Laporan)
Tidak seperti laporan atas audit keuangan yang berisi opini mengenai
kewajean laporan keuangan, laporan audit operasional berisi temuan audit tentang penyimpangan terhadap kriteria atau standar yang berlaku dalam perusahaan dalam kegiatan
bisnis
yang
menimbulkan
inefisiensi, inefektivitas, ketidakhematan, dan
kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen yang terdapat
di perusahaan. Selain
itu, auditor juga memberikan saran-saran yang berisi perbaikan.
II.2.4 Teknik-Teknik Pengumpulan Informasi Dalam Audit Operasional
Dalam melaksanakan audit operasional, sebenarnya teknik pemeriksaan yang dilakukan tidaklah
jauh berbeda dengan
teknik yang digunakan dalam
audit keuangan. Namun, wawancara lebih banyak
dilakukan dibandingkan teknik
yang
lainnya dalam audit operasional. Adapun teknik-teknik yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman objek
Teknik ini dilakukan dengan mengadakan diskusi atau wawancara dengan orang yang berpengalaman dan mempunyai pengetahuan
akan objek yang akan diteliti
2.
Walkthrough
Teknik ini merupakan kegiatan pemeriksaan di dalam menelusuri sistem dan prosedur pada objek yang akan diperiksa yang meliputi
fungsi-fungsi yang ada di dalam perusahaan
3. Pengamatan
Teknik ini melakukan peninjauan secara langsung
atas suatu objek secara
hati-hati dan ilmiah. Hasil pengamatan memerlukan penegasan yang lebih lanjut di langkah berikutnya, misalnya melalui analisis dan penyelidikan
4. Analisis
Teknik ini mencoba menguraikan informasi apa saja yang diperoleh
ke dalam unsur-unsur yang lebih rinci sehingga
dapat diketahui unsur-unsur penting dari informasi tersebut
5. Wawancara
Teknik ini merupakan
usaha untuk mendapatkan
informasi secara lisan. Dalam pelaksanaannya,
wawancara dapat dilakukan
secara tertulis dengan memberikan
kuesioner kepada pihak
yang diwawancarai
6. Verifikasi
Teknik
ini
digunakan
untuk
mengukuhkan
atau
mencocokkan
apa yang tertulis dengan fakta yang ada. Dengan kata lain, verifikasi
dilakukan untuk membuktikan
kebenaran dari suatu pernyataan
7. Penyelidikan
Teknik ini merupakan
proses mendalami pemeriksaan
dengan mengupas secara ekstensif dimana permasalahan dijabarkan,
diuraikan, dan diteliti untuk menemukan adanya pelaksanaan yang tidak sehat ataupun kebenaran
dari suatu kegiatan
8. Evaluasi
Teknik ini merupakan langkah akhir sebelum kesimpulan
atas pemeriksaan dibuat. Evaluasi
memerlukan pertimbangan keahlian, sehingga mencerminkan
keahlian profesional pemeriksa. Kemampuan ini akan
tercermin dalam saran dan rekomendasi yang diberikan oleh pemeriksa
II.2.5 Hasil Temuan Audit Operasional
Temuan audit adalah suatu pertanyaan
yang bersifat fakta-fakta. Temuan
yang baik mencakup pertimbangan audtitor
menyangkut sebab dan akibat
dari kondisi tersebut. Fakta yang lebih spesifik dan terukur akan lebih memudahkan dalam menentukan dan menggambarkan kondisi yang ada.
Temuan-temuan yang didapat dalam audit operasional mencakup:
a. Pernyataan Kondisi (Statement
of Condition)
Audit operasional memerlukan temuan fakta awal dalam tahap pekerjaan
lapangan (field work). Ketika temuan fakta digunakan untuk menyatakan
suatu kondisi,
auditor perlu memeriksa
dan
menguji operasi dan data terkait
untuk membuat fakta lebih jelas. Pernyataan
kondisi ini memberikan
titik referensi kepada temuan yang berkaitan
dengan kriteria yang ada.
b. Kriteria (Criteria)
Kriteria merupakan kondisi
apa yang diharapkan untuk mencapai sasaran dan tujuan organisasi.
Dalam menentukan kriteria yang tepat untuk suat kondisi yang spesifik, auditor memandang
dari segi hukum dan perundang- undangan yang relevan, kontrak yang ada, kebijakan,
sistem dan prosedur, peraturan internal dan eksternal, tanggung jawab dan wewenang,
standar, jadwal, rencana dan anggaran, serta dasar-dasar manajemen dan administrasi
yang baik.
c. Penyebab (Cause)
Temuan audit belumlah lengkap bila identifikasi
penyebab atau alasan terjadinya penyimpangan dari kriteria. Faktor paling penting dari temuan audit
yaitu menentukan penyebab kelemahan. Penyebab ini adalah alasan kenapa operasi menjadi tidak efisien,
efektif, dan ekonomis.
d. Akibat
(Effect)
Salah satu tujuan utama audit operasional adalah mendorong manajemen
operasional melakukan tindakan positif
untuk memperbaiki temuan atas kekurangan atau kelemahan. Efek menunjukkan hasi akhir dari kondisi yang sebenarnya atau yang potensial
terjadi. Efek harus meyakinkan manajemen bahwa kebijakan sudah dijalankan dengan baik dan tujuan atau sasaran akan
tercapai atau tidak tercapai sehingga
sesuatu harus dilakukan.
e. Rekomendasi (Recommendation)
Keberhasilan penyempurnaan suatu temuan audit adalah pengembangan rekomendasi
untuk mengoreksi kondisi
yang tidak diinginkan saat ini. Rekomendasi haruslah masuk akal disertai penjelasasn mengapa kondisi tersebut terjadi, penyebabnya, dan apa
yang
harus
dilakukan untuk mencegah
terulangnya kondisi tersebut.
II.3 Sistem Pengendalian Internal
II.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Internal
Sistem Pengendalian
Internal memainkan peranan yang penting bagi
kegiatan audit operasional. Kunci dari kegiatan audit operasonal adalah
pemahaman seorang auditor operasional atas sistem pengendalian internal yang ada
di dalam organisasi.
Mengacu pada pendapat
Mulyadi (2001), definisi
Sistem Pengendalian
Internal adalah sebagai
berikut:
“Sistem pengendalian internal meliputi struktur,
metode, dan ukuran-ukuran yang di koordinasikan
untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen” (h.163).
Pada dasarnya, definisi-definisi yang ada mengenai sistem pengendalian internal mengacu pada tujuan yang sama yaitu:
1. Menjaga kekayaan
organisasi
2. Melakukan pengecekan terhadap ketelitian dan keandalan
data akuntansi
3. Mendorong
efisiensi, dan
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen
Definisi-definisi yang ada tentang sistem pengendalian internal pada dasarnya menekankan
pada pentingnya pengendalian internal diimplementasikan di setiap tingkatan organisasi. Pengendalian intern yang efektif menitikberatkan pada mekanisme saling
uji, yaitu bahwa suatu bagian organisasi
dengan melaksanakan prosedur tertentu akan dapat mengawasi
kegiatan bagian lainnya secara otomatis.
II.3.2 Komponen
Pengendalian Internal
Dalam Laporan COSO dan AU 319, Consideration of Internal Control in the Financial Statement
Audit (SAS 78), terdapat 5 komponen pengendalian internal yang saling berkaitan,
yaitu:
1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Merupakan suatu
suasana
yang
dapat mempengaruhi
kesadaran dan keinginan tiap personel dalam entitas untuk melakukan
tindakan pengendalian. Lingkungan Pengendalian
merupakan pondasi primer dari
seluruh pengendalian internal lainnya karena menyediakan
disiplin dan struktur.
2. Penilaian Resiko
(Risk Assessment)
Merupakan identifikasi analisis, dan pengelolaan resiko suatu entitas yang berkaitan dengan penyusunan
laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
3. Sistem Informasi dan Komunikasi (Information and Communication System) Merupakan sistem akuntansi yang terdiri metode-metode
dan catatan-catatan yang diciptakan untuk mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis,
mengklasifikasi, mencatat, dan melaporkan transaksi-transaksi entitas
serta kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi dan untuk
memelihara pertanggung- jawaban dari aktiva
dan kewajiban yang terkait. Komunikasi melibatkan tersedianya pemahaman yang jelas mengenai
peran dan tanggung
jawab tiap personel dalam hal pengendalian internal dan pelaporan keuangan.
4. Aktivitas Pengendalian (Control
Activities)
Merupakan kebijakan
dan
prosedur
yang
dapat
membantu
memastikan
bahwa perintah manajemen dilaksanakan. Terdiri
dari:
a. Pemisahan Tugas (Segregation
of Duties)
b. Pengendalian Pemrosesan
Informasi (Information Processing Control)
i. Pengendalian Umum (General Control)
ii. Pengendalian Aplikasi
(Application Control)
c. Pengendalian Fisik (Physical
Control)
d. Review Kinerja (Performacne Review)
5. Pemantauan
(Monitoring). Merupakan proses menilai kembali
kualitas
kinerja pengendalian internal
pada suatu waktu.
Unsur pokok dalam pengendalian internal
adalah:
1. struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tegas
2. adanya wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
cukup terhadap aktiva, kewajiban, pendapatan, biaya
3. praktik yang sehat dalam melaksanakan
tugas
dan
fungsi
setiap
unit
organisasi
4. karyawan yang memiliki kualitas sesuai dengan tanggung
jawabnya
II.3.3 Karakteristik-Karakteristik Pengendalian
Dalam melaksanakan audit operasional, auditor melakukan evaluasi
atas pengendalian apakah telah
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan
sebelumnya. Menurut Sawyer (2005), ciri-ciri dari sebuah sistem yang dapat diterima adalah:
a. Tepat waktu
Pengendalian seharusnya sejak awal dapat mendeteksi
penyimpangan aktual atau yang potensial
terjadi untuk menghindari
tindakan perbaikan yang memakan biaya. Pengendalian
harus tepat waktu, meskipun efektivitas biaya harus juga dipertimbangkan
b. Ekonomis
Pengendalian harus memberikan
keyakinan yang wajar dalam mencapai hasil yang diinginkan dengan biaya yang minimum dan dicari efek samping yang
paling rendah
c. Akuntabilitas
Pengendalian
harus dapat membantu karyawan dalam mempertanggung- jawabkan tugas yang diberikan. Manajer membutuhkan
kontrol untuk membantu mereka memenuhi
tanggung
jawabnya
dan
oleh
karena
itu
manajer harus memperhatikan tujuan
dan pengoperasian kontrol
sampai akhir dan bisa memanfaatkannya
d. Penerapan
Pengendalian harus diterapkan pada saat yang paling efektif e.
Fleksibilitas
Keadaan atau kondisi dalam suatu perusahaan
dapat berubah sewaktu-waktu sehingga rencana
dan prosedur hampir pasti berubah seiring berjalannya waktu.
f. Menentukan penyebab
Tindakan korektif
dapat segera diambil bila pengendalian
tidak hanya mengidentifikasi masalah tetapi juga penyebabnya. Penanganan
standar bisa disiapkan dan dilaksanakan
bila pengendalian bisa menentukan penyebab kesulitan. Tidak ada tindakan
korektif yang benar-benar efektif kecuali bila
penyebabnya diketahui
g. Kelayakan
Pengendalian
harus memenuhi kebutuhan manajemen. Pengendalian
tersebut harus dapat membantu dalam pencapaian tujuan dan juga harus sesuai dengan
karyawan dan stuktur organisasi
dari operasi.
II.3.4 Sarana
untuk Mencapai Kontrol
Menurut Sawyer
(2005),
beberapa sarana operasional
yang dapat digunakan manajer untuk mengendalikan fungsi di dalam perusahaan adalah:
a. Organisasi (organization)
Organisasi
sebagai sarana kontrol merupakan struktur
peran yang disetujui untuk orang-orang di dalam perusahaan, sehingga
perusahaan dapat mencapai
tujuannya secara efisien
dan ekonomis
b. Kebijakan (policy)
Suatu kebijakan
adalah pernyataan prinsip yang membutuhkan, menjadi pedoman atau membatasi tindakan
c. Prosedur
(procedure)
Prosedur adalah sarana yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebijakan yang telah
ditetapkan
d. Personalia (personnel)
Orang-orang
yang dipekerjakan atau ditugaskan
harus memiliki kualifikasi
untuk melaksanakan tugas yang diberikan. Bentuk kontrol yang terbaik di samping kinerja masing-masing
individu adalah supervisi.
Jadi, standar supervisi harus diterapkan
e. Akuntansi (accounting)
Akuntansi merupakan
sarana yang penting untuk kontrol
keuangan pada aktivitas dan sumber daya
f. Penganggaran (budgeting)
Anggaran adalah suatu
pernyataan hasil-hasil yang
diharapkan yang dinyatakan dalam bentuk numerik. Sebagai sebuah kontrol,
anggaran menetapkan standar
masukan sumber daya
g. Pelaporan (reporting)
Pada kebanyakan organisasi, manajemen berfugsi membuat keputusan berdasarkan laporan yang diterima. Oleh karena itu, laporan
haruslah tepat waktu, akurat,
bermakna, dan ekonomis.
II.4 Penjualan
Secara umum, penjualan merupakan kegiatan penyerahan hak milik atas
barang dan jasa dari penjual ke pembeli. Sebagai imbalan atas penyerahan
hak milik ini, pembeli menyerahkan imbalan
atau uang kepada penjual. Penjualan terbagi menjadi dua macam; penjualan tunai
dan penjualan kredit.
Penjualan tunai berlangsung dengan mewajibkan pembeli melakukan
sejumlah pembayaran harga barang terlebih dahulu sebelum penyerahan
barang dilakukan perusahaan,
atau pembayaran dapat juga dilakukan
bersamaan dengan diserahkannya barang
atau jasa
kepada pembeli. Setelah
uang
diterima,
dilakukan penyerahan barang
kepada pembeli.
Penjualan kredit dimulai dengan diterimanya pesanan dari pelanggan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
status kredit pelanggan. Bila status kredit disetujui, dilanjutkan dengan kegiatan permintaan barang dan pengiriman barang, pencatatan piutang, penagihan
piutang, dan kemudian berakhir pada pencatatan penagihan piutang sebagai
bukti penerimaan kas.
Bagian penjualan merupakan
salah satu bagian penting dari perusahaan
dan merupakan
suatu fungsi yang saling menunjang dengan fungsi yang lain. Penjualan harus dikoordinasikan dengan baik dalam usaha mencapai laba
penjualan yang digunakan sebagai ukuran dalam pencapaian tujuan perusahaan, baik tujuan jangka pendek
maupun
jangka panjang. Berhasilnya
bagian
penjualan harus didukung usaha yang
baik dari seluruh pegawai bagian
penjualan. Hubungan yang baik
dengan
para
pelanggan
juga
harus
tetap
dipelihara
selain tetap berusaha mencari pelanggan
baru. Selain itu, diperlukan
juga penetapan tujuan
yang
jelas
atas
penjualan sejalan
dengan
usaha memperoleh
laba. Tujuan utama bagian
penjualan adalah pemasaran produk
atau meningkatkan penjualan
dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan dan memperoleh laba. Tanpa adanya penjualan,
maka perusahaan dagang tidak memperoleh pendapatan untuk kemudian
dapat digunakan kembali
untuk kelangsungan hidup
perusahaan.
Siklus penjualan dan piutang mencakup proses penting untuk memindahkan
atau mengalihkan barang atau jasa kepada pelanggan melalui transaksi jual-beli. Siklus ini dimulai dari permintaan pesanan
dari pelanggan, kemudian terjadi piutang (untuk penjualan kredit),
dan akhirnya penerimaan kas. Oleh
karena itu, kegiatan
penjualan, piutang, dan penerimaan
kas tidaklah dapat dipisahkan. Besarnya piutang dalam perusahaan
sangat dipengaruhi secara
langsung oleh kegiatan penjualan kredit.
Analisis terhadap piutang
dilakukan agar manajemen dapat mengetahui sejauh
mana kebijakan kredit yang ditetapkan telah dilaksanakan. Hal ini berarti para pelanggan
dapat melunasi hutangnya
sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan. Sebagai akibat lanjut
dari proses ini adalah penerimaan kas. Kas merupakan
aktiva perusahaan yang paling
likuid sehingga mudah diselewengkan. Oleh sebab itu, diperlukan pengawasan terhadap fungsi ini karena penerimaan
kas adalah hasil akhir dari proses
penjualan. Dengan kas inilah perusahaan dapat menggunakannya kembali untuk kelangsungan hidup perusahaan dan mencapai
laba.
II.4.1 Fungsi-fungsi yang Terkait dalam Kegiatan Penjualan Tunai dan Kredit
Menurut Mulyadi
(2001), Fungsi-fungsi yang terlibat secara umum dalam aktivitas penjualan tunai adalah:
1. Fungsi
Penjualan.
Fungsi ini bertanggung
jawab dalam menerima pesanan pembeli, mengisi
faktur penjualan tunai, serta menyerahkan faktur tersebut kepada pembeli untuk kepentingan pembayaran
harga barang ke fungsi
kas.
2. Fungsi Kas
Fungsi ini bertanggung jawab dalam menerima kas dari
pembeli.
3. Fungsi
Gudang
Fungsi ini memiliki tanggung
jawab dalam menyiapkan barang yang dipesan
oleh pembeli, serta melakukan
kegiatan penyerahan barang ke fungsi
pengiriman barang.
4. Fungsi
Pengiriman Barang
Fungsi ini bertanggung
jawab dalam melakukan pemaketan barang dan
menyerahkanbarang pesanan
tersebut kepada pembeli
5. Fungsi
Akuntansi
Fungsi ini bertanggug
jawab dalam mencatat transaksi penjualan
dan penerimaan kas dan
membuat laporan penjualan
Sedangkan fungsi-fungsi
yang terkait dalam kegiatan penjualan
kredit adalah:
1. Fungsi
Penjualan
Fungsi ini bertanggung
jawab dalam menerima surat order dari pembeli,
mengedit order dari pelanggan
untuk menambahkan informasi yang belum
ada pada surat order tersebut (misalnya spesifikasi barang dan rute pengiriman), meminta otorisasi
kredit, menentukan tanggal pengiriman dan dari gudang mana barang
akan dikirim, serta mengisi surat order pengiriman.
Dalam penjualan kredit, fungsi ini juga memiliki tanggung
jawab dalam melakukan
”back order” pada
saat diketahui tidak tersedianya
persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan.
2. Fungsi
Kredit
Fungsi Kredit berada di bawah Fungsi Keuangan, yang bertanggung jawab dalam meneliti status kredit pelanggan
dan memberikan otorisasi pemberian
kredit kepada pelanggan sebelum pesanan dari pembeli dipenuhi, otorisasi penjualan kredit
harus diperoleh.
3. Fungsi
Gudang
Fungsi ini bertanggung
jawab dalam menyimpan barang dan menyiapkan barang sesuai pesanan pembeli, serta menyerahkan barang pesanan tersebut kepada Fungsi Pengiriman agar sampai ke tangan pembeli.
4. Fungsi
Pengiriman
Fungsi ini bertanggung
jawab dalam menyerahkan barang ke pembeli berdasarkan surat order pengiriman yang diterimanya
dari fungsi penjualan. Fungsi ini bertanggung jawab pula dalam menjamin bahwa tidak terdapat
barang yang keluar tanpa ada otorisasi yang berwenang.
5. Fungsi
Penagihan
Fungsi ini bertanggung jawab dalam membuat dan mengirimkan
faktur penjualan kepada
pelanggan,
serta
menyediakan
copy faktur
bagi
kepentingan pencatatan transaksi
penjualan oleh fungsi akuntansi.
6. Fungsi
Akuntansi
Fungsi ini bertanggung
jawab dalam mencatat piutang
yang timbul dari transaksi penjualan
kredit, membuat dan mengirimkan
pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan. Fungsi ini juga bertanggung jawab
dalam mencatat harga pokok persediaan yang dijual ke dalam
kartu persediaan.
II.4.2 Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem Penjualan Kredit
Prosedur Penjualan
Kredit
memiliki jaringan-jaringan
kegiatan yang
saling terkait dan dijabarkan sebagai
berikut:
1. Prosedur
Order Penjualan
Prosedur ini dimulai dengan Fungsi Penjualan menerima
order atau pesanan dari pembeli dan menambahkan
informasi penting
pada surat order dari
pembeli. Kemudian fungsi penjualan
membuat surat order pengiriman dan
mengirimkannya kepada berbagai
fungsi yang lain untuk memungkinkan fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order
dari pembeli.
2. Prosedur
Persetujuan Kredit
Dalam prosedur
ini, fungsi penjualan
meminta persetujuan
penjualan kredit kepada pembeli
tertentu dari fungsi kredit
3. Prosedur
Pengiriman Barang
Dalam prosedur
ini, fungsi gudang menyiapkan barang yang diperlukan oleh pembeli, dan fungsi pengiriman mengirimkan barang kepada pembeli seuai dengan informasi yang tercantum
dalam faktur penjualan kartu kredit yang
diterima dari fungsi gudang.
Pada saat penyerahan barang dilakukan, fungsi
pengiriman meminta tanda tangan penerimaan barang dari pemegang kartu kredit di atas faktur penjualan kartu
kredit.
4. Prosedur
Penagihan
Dalam prosedur
ini, fungsi penagihan membuat faktur penjualan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode
tertentu, faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu bagian ini
membuat surat
order pengiriman
5. Prosedur
Pencatatan Piutang
Dalam prosedur
ini, fungsi akuntansi mencatat tembusan faktur penjualan
ke dalam kartu piutang atau dalam metode pencatatan
tertentu mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang berfungsi
sebagai catatan piutang.
6. Prosedur
Distribusi Penjualan
Dalam prosedur
ini, fungsi akuntansi
mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh manajemen
7. Prosedur
Pencatatan Harga Pokok Penjualan
Dalam prosedur
ini, fungsi akuntansi mencatat secara periodik
total harga pokok produk yang dijual
dalam periode akuntansi tertentu.
II.4.3 Unsur
Pokok Pengendalian Internal Fungsi Penjualan
Pengendalian internal memegang peranan yang sangat penting bagi
terciptanya keyakinan akan berjalannya tiap prosedur yang berjalan
dalam perusahaan sesuai dengan kebijakan
dan peraturan yang berlaku dalam suatu
organisasi. Setiap pengendalian yang diterapkan haruslah sesuai dengan
tempatnya dan harus dipastikan bahwa pengendalian tersebut
berjalan dengan
baik. Berikut
ini adalah beberapa
bentuk pengendalian internal terkait
dengan kegiatan penjualan, piutang,
dan penerimaan kas:
1. Terdapat pemisahan tugas dan tanggung jawab dalam kegiatan
penjualan. piutang, dan penerimaan kas sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan kesalahan dalam pemrosesan kegiatan
maupun kecurangan yang dapat merugikan
perusahaan. Pemisahan fungsi
yang
baik
dalam
kegiatan
penjualan, piutang, dan penerimaan kas
adalah antara yang melakukan penjualan, persetujuan kredit,
pengiriman barang, membuat faktur penjualan, melakukan pencatatan, dan penagihan.
2. Kegiatan penjualan
dilakukan
oleh
seseorang
atau
suatu
fungsi
yang
memiliki otoritas atau wewenang untuk mengadakan
penjualan
3. Penerimaan pesanan pelanggan
yang dilakukan
oleh bagian penjualan telah sesuai dengan kriteria yang
diotorisasi
manajemen
(apakah
pelanggan
tercatat dalam data pelanggan, apakah batas kredit sesuai dengan kriteria persetujuan kredit, apakah harga yang diberikan ke pelanggan sesuai dengan
daftar harga dari manajemen dan lain-lain)
4. Persetujuan pemberian kredit haruslah diotorisasi oleh pihak atau fungsi kredit yang berwenang sesuai dengan kondisi dan kriteria
yang telah ditentukan sebelumnya oleh manajemen.
5. Terdapat daftar harga (price list) dan
kondisi
tertentu
dalam
kegiatan penjualan, dan bila terdapat perbedaan
harga maupun diskon yang diberikan
kepada pelanggan, perbedaan tersebut haruslah telah
disetujui oleh manajemen
6. Dokumen-dokumen yang mendukung
kegiatan penjualan diberi
nomor urut tercetak (prenumbered) untuk
kemudahan dalam pencarian informasi bila sewaktu-waktu diperlukan kembali
7. Pengiriman barang kepada
pelanggan harus
diotorisasi oleh
fungsi pengiriman dan disertai
dokumen-dokumen yang dibutuhkan
8. Terdapat keyakinan bahwa pengiriman barang
pesanan ke pelanggan telah sesuai dengan permintaan pelanggan, baik dari segi kuantitas, harga, bonus, maupun diskon yang diberikan dan keyakinan bahwa barang yang dikirim memiliki kondisi
yang baik
9. Kegiatan pencatatan kartu piutang, jurnal penjualan, jurnal penerimaan kas
dan jurnal umum harus dilakukan dan diotorisasi oleh fungsi
akuntansi.
10. Mengadakan sub buku besar piutang
atau kartu piutang
untuk masing-masing pelanggan yang selalu dilakukan
update agar setiap perubahan yang terjadi
tidak mengganggu operasional perusahaan dalam kegiatan penjualan
11. Membuat analisa
umur piutang (aging
schedule) setiap akhir bulan
12. Melakukan perbandingan antara
saldo piutang dari masing-masing pelanggan dengan jumlah saldo piutang
pada buku besar
13. Mengirimkan monthly statement of accounting
kepada
masing-masing
pelanggan setiap akhir bulan untuk menguji ketelitian dan kebenaran
bahwa saldo piutang yang terjadi telah sesuai dengan
yang dicatat bagian akuntansi
14. Setiap uang
kas,
cek
atau
giro
atau apapun bentuk pembayaran
dari
pelanggan haruslah disetor dalam jumlah seutuhnya
paling lambat 1 hari setelah diterima pembayaran
tersebut.
15. Memastikan bahwa transaksi penjualan
kredit telah dilaksanakan oleh
fungsi sebagai berikut: fungsi penjualan, fungsi kredit,
fungsi pengiriman, fungsi penagihan, dan fungsi akuntansi. Di luar dari fungsi-fungsi terkait tersebut,
transaksi penjualan tidak
boleh dilakukan (ilegal)
II.4.4 Tujuan Audit Operasional atas Penjualan, Piutang, dan Penerimaan Kas
Menurut Robertson dan Louwers (2002), tujuan
audit operasional atas penjualan, piutang, dan penerimaan kas adalah sebagai berikut:
1. Membuat evaluasi atas perencanaan
penjualan dan manajemen penjualan dalam menentukan rencana untuk mencapai sasaran
penjualan
2. Mendapatkan keyakinan
bahwa kebijakan yang ada menyediakan keyakinan bahwa setiap penjualan yang dilakukan berdasarkan permintaan pelanggan
3. Mendapatkan keyakinan bahwa terdapat tanda tangan atau bukti otorisasi secara manual untuk
setiap dokumentasi
4. Mendapatkan keyakinan
bahwa terdapat suatu pembatasan akses ke tempat penyimpanan persediaan atau area shipping dan akses ke bagian penagihan dan formulir invoice yang
kosong untuk menghindari
terjadinya penjualan fiktif
5. Mencari alternatif dalam usaha meningkatkan efektivitas penjualan, serta mendeteksi
adanya kelemahan dan penyimpangan
dalam proses penjualan, piutang, dan kas serta pemecahan atas kelemahan tersebut
Penyimpangan dan kelemahan tersebut
dapat terjadi bila terdapat kondisi sebagai berikut:
a. Terjadinya penjualan
fiktif atau penumpukkan bahan baku dikarenakan terlalu banyaknya
jumlah persediaan
akibat
kesalahan perkiraan penjualan dan penurunan tingkat prestasi
penjualan
b. Meningkatnya jumlah piutang
usaha dikarenakan penjualan
yang tidak memperhatikan
kemampuan pembayaran pelanggan atau dikarenakan
macetnya pembayaran piutang oleh pelanggan
c. Kas yang diterima atas pelunasan
piutang diterima oleh pihak yang tidak
berwenang atau kas yang
tidak langsung disetor ke Bank
6. Meningkatkan rekomendasi bagi penanggulangan
kelemahan dan peningkatan prestasi
7.
Mendapatkan keyakinan atas kebenaran posisi saldo di Laporan
Keuangan
8. Mengetahui apakah setiap transaksi yang terjadi telah valid serta transaksi penerimaan kas dibukukan
pada periode yang tepat, dikelompokkan dengan benar dan dicatat pada waktu yang yang tepat.
9. Mengetahui apakah pembukuan telah menerapkan
prinsip akuntansi secara benar serta memastikan
pengendalian internal yang diterapkan telah diterapkan dengan semestinya,
misalnya: untuk setiap pesanan yang tertunda (pending order) harus direview secara rutin untuk menghindari
kesalahan penagihan dan pencatatan pengiriman dan Bank Statement harus direkonsiliasi secara
detil setiap bulan
10. Pencatatan transaksi harus dibawah otorisasi dimana akuntan yang mencatat penjualan dan piutang harus didukung oleh dokumen-dokumen pengiriman
barang atau penyerahan jasa
dan
dokumen tertanggal diterimanya pembayaran dari pelanggan
11. Mendapatkan keyakinan bahwa
invoice telah sama dengan
pesanan pelanggan dan surat jalan untuk memastikan
bahwa pelanggan menerima pesanan
sesuai dengan yang diminta, dengan harga dan kuantitas yang telah disetujui serta ketepatan waktu diterimanya pesanan. Selain
itu, mendapatkan keyakinan bahwa kuantitas yang dicatat sama dengan kuantitas
yang diserahkan ke pelanggan.